Enyaam

Baby First Word

Ibu saya bercerita,  "kamu dulu umur 16 bulan sudah bisa ngomong, sudah bisa baca Rabbanaa-atinaa....".  Saya ge-er. Demi meningkatkan rasa ge-er, saya bertanya balik: “masa sih Bu?”   "Iya, tapi gak jelas”

Derajat kege-er-an tadi menurun. Itu sih, wajar.


Obrolan kami berlanjut seputar anak-anak sepupu yang menjelang dua tahun belum bisa ngomong. Sudah lama saya tidak berjumpa dengan para sepupu yang dimaksud dan anak-anaknya. Penasaran juga, tapi tidak ada komentar berarti dari saya, selain ngedoa-in. 

Bulan demi bulan berlalu. Sejak obrolan itu, kepekaan saya pada kemampuan bicara C’Mumut meningkat. Rutinitas komunikasi kami tidak boleh kosong, meski tiap malam sebelum tidur kami mengobrol (saya tepatnya), tetap saja saya merasa ada yang kurang. 

Padahal saya nggak punya tolok ukur soal komunikasi kami, asal cas-cis-cus cuap-cuap aja saya anggap kami berkomunikasi.

USIA 12-18 bulan. Pada usia ini, anak biasanya sudah dapat mengucapkan 3-6 kata dengan arti, dapat mengangguk atau menggelengkan kepala untuk menjawab pertanyaan, menunjuk anggota tubuh atau gambar yang disebutkan orang lain, dan mengikuti perintah satu langkah (Tolong ambilkan mainan itu). Kosakata anak bertambah dengan pesat; pada usia 15 bulan ia mungkin baru dapat mengucapkan 3-6 kata dengan arti, namun pada usia 18 bulan kosakatanya telah mencapai 5-50 kata. Pada akhir masa ini, anak sudah bisa menyatakan sebagian besar keinginannya dengan kata-kata.Waspada bila: tidak ada kata berarti pada usia 16 bulan(http://idai.or.id/) 

Kalau di luar sana, pembawaan saya tenang, lebih banyak diam, dan lebih senang menyimak. Tapi, bisa beda kalau sudah kenal atau sekarang bareng si kecil. Beda lagi suami, dia penuh cas-cis-cus kalau di luar, hampir semua orang dia sapa. Emak-emak yang dilewatinya aja disapa, sementara saya lebih sering buang senyum. Tapi, giliran ada si kecil cukup pasif juga ni laki.

“Diajakin ngobrol ya Yah C’Mumutnya,” ucap saya pada Suami, saat dia bersama C'Mumut suatu hari. Lalu, saya beraktivitas seperti biasa.

Tapi, saya ngerasa janggal - dari dapur saya tidak mendengar suami dan si kecil bercakap-cakap. Dan episode begini ini ternyata cukup lama, berbulan-bulan. Suami jarang bisa ngobrol ama C'Mumut.

Sampai suatu waktu Suami ngomong, “ jujur, Ayah tadinya bingung mau ngomong apa sama C’Mumut, kan dia nggak ngerti.”
Hah. Ya iyalah kalau dia ngerti dia yang guruin Ayah kalii.
Kemudian suami bilang lagi, kalau dia perhatikan interaksi saya dengan C’Mumut yang akhirnya dia pun mulai cas-cis-cus. Syukur ya, walau kadang ada beberapa hal yang tidak saya sepakati. Misal saat suami ngomong, cayang ini namanya capa? Yang menurut saya tidak perlu. Ngomong aja seperti biasa, berbahasa yang baik agar dia meniru.
Lama kelamaan, Suami pun bisa nyanyi-in C’Mumut dan ngajak berdoa. Tadinya sih cuma didoain, beda lho.

Saya juga sering bernyanyi untuk C'Mumut.  Menurut pengamatan saya, reaksi C'Mumut beda bila dinyanyikan, ekspresinya, gerak bibirnya, kemampuan mengingatnya. Lagunya bikin sendiri.
Ayo..ayo...ayo. ..langkahkan kaki kanannya, lalu kaki kirinya.
Ayo... ayo... ayo... jangan ragu, kita berjalan pelan-pelan saja.
Ayo... ayo... ayo... jangan ragu, kita berjalan cepat-cepat.
(Lagu karangan sendiri. Besoknya saya lupa nadanya.  -___- )

Setelah setahun berlalu, banyak prestasi C'Mumut yang bikin saya kagum (kadang malah kagum sama diri sendiri *idih*) Sudah banyak benda yang dia tahu, bisa ikut sholat walaupun tiga detik, itu pun sambil naikin unta, hihihi. (Maksudnya saya untanya)
Dengan caranya sendiri bisa menolak dan meminta sesuatu. Soal kemampuan bahasa, masih menggunakan bahasa abstrak, bahasanya para bayi.

Kemudian masuk 14 bulan. Sekali lagi saya ingat ucapan Ibu saya, anak-anak itu kata pertamanya pasti Ma-ma..ma-ma. Saya nggak komentar, lhaa C'Mumut gimana mau manggil Ma-ma, kan keluarga manggil saya Bunda. Tapi kalau dipikir bener juga, mengucap Mama pastinya lebih mudah dibanding Bunda.
Ma-ma-ma-ma...kan cukup menyentuh bibir aja. Kalau Bunn-daaa Bunnn-daaa otomatis lidah menyentuh langit-langit dulu.
Bunn-daa Bun-da.  (Coba aja praktekin sendiri)

Memang benar, setiap pagi C'Mumut selalu menawarkan hal yang baru. Misal, mengambil sepatunya dan mencoba memasukkan ke kakinya, padahal nggak ada yang ngajarin. Kemudian merasa gagal dan memanggil kami mohon bantuan. Dan akhirnya dia bisa memanggil saya:
Eh... Eh... Eh...   -_____-

Demikianlah sampai 14 bulan ini dia memanggil kami "Eh..eh..eh" doang.

Tiap kali dia mungut jilbab saya, meminta saya mengenakannya “eh, eh.” Dengan matanya yang bulat dan polos, bikin saya gemes. Ya udahhh gak papa ya sayaaang yang penting kan prestasi. Cium-cium dulu, muahh.

Prestasi lain C'Mumut adalah dia bisa ngorok.

Bukan ngorok saat tertidur ya. Ceritanya suatu waktu suami saya tertidur begitu lelahnya sampai mengorok. Saya jelaskan peristiwa ini pada C'Mumut. Entah bagaimana dia merekamnya dengan kuat. Hingga suatu hari saya menyebut kata ngorok dan C'Mumut langsung menirukannya : wroookk.... wroookk..  gitu (eh, nulis bunyi ngorok gimana yaa, mohon dipahami saja lah) lalu C'Mumut tertawa atas kemampuan barunya itu. Saya jelas ikut tertawa. Kemampuan yang aneh ^^

Akhirnya bisa ngomong....

Suatu hari ketika membuat susu, sambil menggendongnya, saya menuang takaran ke gelas. Kemudian dengan suaranya yang berat dan cempreng, C'Mumut berkata:
Eghhnyaaagh... ehghnyaaagh... ehgnyaaagh.

Ngomong apa lagi C'Mumut ini -___-
Kejadian ini berulang-ulang terus. Lama-lama terdengar seperti: enyaam

Saya penasaran dong, biasanya kan bahasa C'Mumut abstrak banget, baru kali ini ada kata yang sama, diulang dengan cara yang sama juga. Akhirnya saya ingat: tiap kali suami dan C'Mumut membuat minuman, ia selalu berhitung : satu, dua, tiga, empat, lima, enam. Oleh C'Mumut merekamnya sebagai kata: enyaam... enyaam... enyaam... plus suaranya juga ikut berat dan dibesarin, biar mirip Ayah, hahaha.

Selamat Ya Mut. Selamat ya Yah. You have your first word.

Sekarang-- selain kemampuan ngoroknya-- C'Mumut sudah bisa berhitung, walau berapapun angkanya, katanya tetap: enyaaam. Ibu saya jadi punya ide, “Mut, tiga tambah tiga berapa?”

“Enyaam.”

Lumayan, kata Ibu saya. Nanti kalau dipamerin kesannya pintar banget anak ini.
Kesan yang aneh ^^




0 Comments