Akhirnya Menonton Drama Korea Juga



Saat bilang saya nggak ngedrakor, ada saja yang bertanya : kenapa nggak suka Korea?
Wah, padahal bukan tentang Korea-nya lho.

Sekian lama saya memilih tidak menonton serial drama baik dari Korea, Indonesia, India, mana pun, dan bukan persoalan Korea. Drakor pertama yang saya ingat itu Winter Sonata, yang sempat kepeleset memori jadi Winter Soneta. Alur WS ini pun gimana, saya sudah lupa ceritanya. Kemudian saya ingat ada ‘Boys Over Flower’ yang bikin teman-teman saya jadi suka Lee Min Ho. Tapi, ini pun saya malas nontonnya. Bukan apa-apa, saya sudah telanjur jatuh cinta sama Meteor Garden, sudah suka sama pasangan Tao Ming Tse dan Sanchai, sudah paling indah di memori. Meteor Garden ke-2 aja saya nggak mau nonton kok. (Buat yang nggak paham, Boys Over Flower diadaptasi dari manga series Jepang Hana Yori Dango terkenal, sama seperti Meteor Garden)

Setelah itu ada Full House, tapi tetap nggak pernah nonton full.

Setelahnya nggak ada lagi drama Korea yang bisa saya ingat.

Saya juga buka tipe yang anti banget ama drakor. Saya tahu (sedikit) drakor apa yang lagi booming, (sedikit) tahu nama aktor dan aktrisnya, tau lah drakor itu genrenya macam-macam. Saya suka ngamati teman-teman yang ngepost tentang drakor, baca-baca review mereka. IG-nya Teh @erryandriyati malah jadi favorit saya. Lucu dan masuk akal, meski nggak semua bisa saya paham. Intinya mau serial apa pun, saya skip. Mending nonton yang sekali habis gitu.

Nah, kemudian.

Di masa pandemi gini saya pengen coba nonton drakor. Bukan karena ada yang ngeracuni, maksa-maksa, juga bukan karena ada giveaway (emang ada?). Cuma pengen aja. Beneran pengen.

Kemudian, saya pasang di IGS :

Fix, pengen nonton drakor

Gunanya apa pasang di IGS?
Nggak ada. (lho)

Tapi, setelah itu banyak yang ngeDM. Mulai dari setor emot ngakak, sampai yang ngasih rekomendasi muacam-macam drakor apa aja yang harus saya tonton. (Harus, katanya)

Awalnya saya batasi 1 drakor aja cukup.
Setelah nonton satu ternyata nggak cukup.
Terus lanjut, lanjut dan lanjut sampai 4 drakor (jadi lucu)

Empat drakor buat saya sudah lumayan lho.
Lumayan bengkak mata.

Setelah beberapa bulan kemudian, teman saya tanya : “Kamu udah nonton Kdrama apa aja?”
Saya jawab : "Ntar deh kutulis sekalian." (Padahal niatnya mau diam-diam aja.)

Nah, akhirnya jadilah blogpost ini. Sebelumnya, saya mohon maaf kalau ternyata dalam penulisan ini terselip spoiler baik tipis-tipis atau terlalu tebal. Karena tulisan ini lebih banyak memuat pengalaman pribadi menonton drakor.
 

INILAH 4 DRAKOR PERDANA YANG SAYA TONTON
SETELAH RATUSAN PURNAMA
TIDAK TAHU NGE-DRAKOR


Legend of The Blue Sea
the legend of the blue sea

Di masa Joseon, Dam Ryeong (Lee Min Ho) menjalin kasih dengan seekor putri duyung. Maaf, yang benar seekor atau seorang duyung sih? Pokoknya mereka jatuh cinta dan cinta mereka berakhir sedih. Tahun berganti ke masa kini, reinkarnasi terjadi. Seorang penipu bernama Joon Jae (Lee Min Ho) yang sedang berlibur di Mediterania bertemu dengan putri duyung (Jun Ji Hyun) yang sudah menjelma menjadi cewek polos, kikuk, cantik. Si cewek duyung nempel mulu dengan Joon Jae. Dari sini cerita cinta mereka dan konflik baru terus mengalir hingga mereka terhubung dengan masa silam.”

Atas rekomendasi seorang teman yang emang fans berat Lee Min Ho, saya disaranin nonton semua dramanya si abang Min Ho. Karena nggak sanggup, saya pilih satu aja : The Legend of The Blue Sea. Awalnya saya nggak tertarik dengan kisah cinta putri duyung dan pangeran, klise. Tapi, seiring pergantian zaman, pangeran (Lee Min Ho) berubah menjadi penipu ulung, sepertinya apik juga. Openingnya juga cakep. Secara keseluruhan saya suka drama ini. Manis. Drama ini juga ngasih twist yang saya pikir nggak ada. Jadinya nggak mengecewakan. Alur mundur ke zaman kolosal, menjadi bumbu yang menarik (buat saya). Kalau bosan dengan masa depan, roda kisah pun rela berputar ke masa kerajaan. Ketika masa silam terasa suram, ada masa depan yang menjelaskan. Begitulah alurnya, sampai ketemu benang merah antara dua zaman ini.

Memang ada part yang gampang ketebak (lagi-lagi menurut saya) tapi getar-getar romansanya tetap terasa. Kisah ini pun ditutup dengan sempurna. Happy ending and feeling good. Bad mood itu kalau ending sebuah serial: terlalu terbuka, tokoh protagonisnya mati atau kalah sempurna, masih banyak pertanyaan, atau perubahan tokoh tanpa bisa dijelaskan. Syukurnya ini nggak.

Meski manis, menarik dan emang bagus, cuma bagi saya masih kurang greget. Setelah nonton serial ini, saya merasa: oke, bagus juga. Saya senang, tapi ya udah. Gitu aja.

Setelah beberapa minggu feel drama ini pun hilang. Sekarang kalau melihat posternya lagi, mood saya biasa aja. Mau gimana ya ? Suka tapi ya B aja. Bukan jenis drama yang ingin saya tonton ulang.
Jadi, saya memilih melanjutkan drama yang lain.

Oya, kalau duyung itu sebutannya, seekor atau seorang ya?

It’s Okay Not To Be Okay

it's okay not to be okay
Berkisah tentang Ko Moon Young (Seo Yeo Ji) penulis buku anak yang karakternya nggak biasa : anti sosial, gampang retak, egosentris, dan naudzubillah sombongnya, serta seorang perawat bernama Moon Kang Tae (Kim Soo Hyun) yang memiliki kakak lelaki dengan gangguan mental bernama Moon Sang Tae. Buat yang bingung kayak saya, Ko Moon Young ini cewek ya dan Moon Kang Tae ini cowok. Moon Kang Tae dan Moon Sang Tae bersaudara ini dikisahkan tidak lagi memiliki ibu. Sementara ibu Ko Moon Young, tidak diperlihatkan sosoknya di awal, kecuali dalam memori dan mimpi-mimpi Ko Moon Young. Sosok ibu sangat penting dalam drama ini. Karakter Ko Moon Young yang galak sangat dipengaruhi sosok ibunya. Suatu waktu Ko Moon Young bertemu Moon Kang Tae, dan cewek ini berhasrat untuk mendapatkannya. Mbak Ko Moon Young ini emang terbiasa mendapatkan apa yang dia mau kok. Pengejaran Ko Moon Young berlanjut sampai di suatu tempat masa kecil mereka, dan terkuaklah apa-apa yang mengerikan di masa lalu mereka.

Apakah pas kalian baca nama-nama tokohnya masih belibet kayak saya ?
Nggak ya? Saya aja ya (nggak ada teman)

Saya nonton ini karena lumayan banyak yang nganjurin.
Wajar sih, karena waktu itu dramanya juga masih baru. Saya langsung ngincar drama ini, karena dari judulnya menarik.

Di episode pertama, saya takjub sama animasinya. Jadi, karena si Ko Moon Young adalah penulis buku anak, maka di drama ini cukup banyak adegan para tokohnya dibuatkan visual animasinya yang senada ama visual buku anak. Saya sesuka itu ama animasinya. Mirip film apa ya? Coraline 2009 atau Corps and Bride 2005 gitu deh.

Isu kesehatan mental melekat di drama ini. Tokoh-tokoh utamanya pada ‘sakit’. Yang paling menyebalkan tentu saja mbak Ko Moon Young, penulis buku anak yang nggak punya empati sama anak. Ni mbak emosinya berantakan banget. Tokoh paling bikin kasihan adalah mas Moon Kang Tae, di tempat bekerja sudah repot, terus harus ngurus kakak yang autisme, eh ditambah gangguan cewek yang mudah tantrum. Masnya ini mesti super sabaaaaar.

Beberapa adegan sebenarnya terasa cukup lambat buat saya. (Buat saya lho ya). Sampai sempat mandi dulu, cuci piring dulu (ini serius!). Entahlah. Bagi saya, romance-nya malah nggak berasa. Bukan nggak romantis, cuma nggak dapat kesannya aja. Terus apa dong yang paling berkesan ? Nah, justru yang paling berkesan adalah persahabatan antara Moon Sang Tae yang autis dan mbak Ko Moon Young. Awalnya saya sempat mikir, si mbak ini kalau dikumpulkan ama si kakak pasti bisa jadi cewek baik nan ramah, lagian si kakak fans berat si mbak. Pasti timbul empatinya dong.

Tapi, saat mereka beneran satu rumah, terus kelahi rebutan boneka, otak saya mendadak ada isinya :

Hey.
iya juga yaaa.
Masuk akal juga.
Nggak mungkinlah mereka bisa langsung akrab.
Susah kali keduanya beradaptasi.

Keduanya sama-sama keras kepala, sama-sama nggak mau ngalah, sama-sama menginginkan mas Moon Kang Tae, dan setelahnya harus berjuang menurunkan ego masing-masing, mau beradaptasi dengan keadaan, serta belajar merelakan dan melepaskan.

Seterusnya, justru part mereka itulah yang saya suka. Saya jadi belajar tentang hubungan antar dua manusia yang berlatar dan berkarakter berbeda, tapi ternyata punya garis kesamaan. Nilai-nilai itulah yang menarik minat saya dalam drama ini. Ko Moon Young dan Moon Sang Tae berhasil menjalin simpul yang indah. Saya juga suka bagaimana kisah ketiga tokoh utamanya berakhir. Bukan sekadar bahagia, tapi bagaimana membangun kelegaan dan penerimaan di antara para tokoh-tokohnya, tanpa merusak karakter secara drastis. Saya jadi ikut merasa lapang tuk ketiga tokoh utamanya.
it's okay not to be okay
Moon Kang Tae - Ko Moon Young - Moon Sang Tae

Satu hal yang mengganggu dalam kisah ini adalah twist kemunculan sosok penting. Bukan karena kemunculannya, melainkan mengapa sosok yang ‘itu’ ? Sebenarnya kemunculannya tidaklah mendadak, namun perubahan karakternya yang mencolok, lumayan mengganggu saya. Sosok ini disebut sebagai psikopat yang salah satu cirinya adalah anti-sosial. Meski ada bisik-bisik bahwa sosok ini emang nggak suka bergaul, bagi saya tetap ada yang janggal. Seolah dipaksakan.
(Sudah gitu, institusinya apa nggak terganggu ya? ini RS lho)

Tapi sekali lagi ini menurut saya ya. Penilaian kita saat menonton pasti berbeda.
(Untuk diriku! Bisa nggak sih nonton itu nonton aja, dinikmati gitu, nggak usah berisik.)

Satu lagi yang menarik, saya sempat mikir kenapa sih Moon Kang Tae bisa tertarik sama cewek yang pedasnya level 10 kek mbak Moon Young? Dalam pola pikir saya yang emang sempit, Moon Kang Tae yang baik, kalem, sabar, mestinya bisa naksir cewek yang setipe saja. Setelah mengakhiri drama ini, saya mencoba menarik kesimpulan : Moon Kang Tae sebenarnya bukan tipe yang lemah terhadap perempuan. Dia lelah. Lelah dengan pekerjaannya di RSJ, lelah dengan persoalan hidupnya dan ketika pulang masih harus menghadapi kakaknya yang memiliki gangguan. Dia adik, tapi harus menjadi kakak, sekaligus tulang punggung keluarga, padahal jauh dalam dirinya masih ada sisi labil, masih butuh panutan, butuh kasih sayang. Karena itu sosok Moon Young yang cantik, elegan, simbol keanggunan, bebas, impulsif menjadi magnet bagi Kang Tae. Kata kebebasan seakan menjadi mahkota bagi pria ini. Semakin diamati, keduanya saling membutuhkan satu sama lain.
Ini menurut saya, bagaimana menurut kalian ?

Sayangnya, karena saya kesulitan dapat feel romancenya (ndak peka sekali diriku ini, cerewet pula) jadi meski cerita ini bagus, tapi It’s Okay Not To Be Okay bukanlah drama yang ingin saya tonton berulang-ulang.

Goblin : The Great and Lonely God



Kim Shin (Gong Yoo), seorang jenderal perang di masa lampau. Setelah mati dihunus pedang oleh raja muda akibat fitnah, Kim Shin hidup kembali sebagai Goblin : The Great and Lonely God, dengan pedang tak kasat mata yang terus menancap di tubuhnya. Satu-satunya cara agar dia bisa mati dengan sukses hanyalah dicabut pedangnya oleh Sang Pengantin Goblin.
Ji Eun Tak (Kim Go Eun), hidup di masa modern, anak SMA yang nggak punya emak-babe, tinggal bersama bibinya bak pembantu. Ji Eun Tak punya kelebihan bisa melihat dan berkomunikasi dengan makhluk astral (atau kekurangan ya?). Hantu-hantu percaya kalau Ji Eun Tak adalah pengantin Goblin. Momen sempurna itu pun terjadi, di masa Ji Eun Tak, Goblin sudah berwujud menjadi om-om ganteng, kaya raya, jomblo sejati dan nggak ada yang naksir. 

Saya sudah tahu Gong Yoo dari film Train to Busan, The Suspect dan Silenced. Tahu kalau dia BA-nya ASUS Zenfone 4 th. 2017 lalu, tahu kalau dia juga pernah ke Indonesia. Saya tahu seberapa viral drama ini pada tahun penayangannya. Jadi, saya pilih Goblin sambil berharap kalau drama ini emang bagus buat saya. Ternyataaa...
Emang bagus banget!

Suka !
Saya nonton drama ini tanpa skip-skip, malah pengen ngulang-ngulang mulu. Grafik emosinya bagus. Saya tidak dibuat berlama-lama dalam satu adegan emosi yang bisa bikin bosan. Chemistry pemain hidup banget. Jokesnya nendang, aktingnya mantap. Nonton ini serasa melihat pengalaman sendiri (padahal nggak pernah ngalami). Ini kisah cinta yang konyol, aneh, sekaligus sedih. Bagian sedihnya benar-benar sedih.

Nasib Ji Eun Tak sebagai pengantin Goblin, tak lain berkat Goblin itu sendiri. Dulu, Ibu Ji Eun Tak mengalami kecelakaan saat mengandungnya, dan hampir mati. Mas Goblin melihatnya dan memberinya kehidupan lewat kekuatannya. Ibu Ji Eun Tak pun selamat dan berhasil melahirkan bayinya. Ada pun setelah itu, Ji Eun Tak bisa melihat dan berdialog dengan para hantu sejak kecil. Sayangnya, apa yang dilakukan Mas Goblin ini sebenarnya bermasalah. Grim Reaper alias Pencabut Nyawa (Lee Dong Wok) yang semestinya mencatat kematian menjadi gagal melaksanakan tugas. Bertahun-tahun ia pun mencari Ji Eun Tak untuk mengambil nyawanya.

Setelah sekian lama nonton film/drama romance yang nggak terlalu dapet feel-nya, di serial ini malah merasakan klepek-klepeknya. Saat menulis ini, saya sedang mengingat adegan mana yang menjadi favorit untuk dimuat di sini? Eh, ternyata nggak bisa. Saking banyak yang disuka.
Goblin
saya suka puisi yang dibacakan Gong Yoo

Kim Go Eun sebagai Ji Eun Tak benar-benar menggemaskan. Perannya sebagai anak sekolah sekaligus perempuan dewasa teramat memukau. Jadi anak sekolah kelihatan kekanakannya, jadi perempuan dewasa kelihatan dewasanya. Cocok. Cinta antara anak sekolah dan om-om ratusan tahun ini begitu manis, aneh tapi memikat, konyol tapi gemesin. Bikin nagih.

Kisah second lead-nya pun bikin saya puas nonton. Kebayang nggak sih ada malaikat maut cari kontrakan ? segitu aja udah lucu. Ditambah hidupnya yang rapi, terstruktur, dan vegetarian, yang setelah dapat kontrakan ternyata serumah sama musuh bebuyutannya : Mas Goblin si penggemar steak. Bromance antar Mas Goblin dan Grim Reaper sama menariknya, lucu, hangat, penuh tanda tanya. Adegan mereka pamer kekuatan (dan kesombongan) adalah bonus-bonus yang menggelitik. Di akhir cerita, hubungan yang sudah apik ini goyah karena terbongkarnya masa lalu masing-masing.
ketika malaikat maut dan goblin pulang dari belanja daun bawang.

Selain Goblin, Ji Eun Tak, Grim Reaper, tentu saja tokoh favorit saya adalah Kim Sun (Yoo Na). Mbak pemilik resto ayam cepat saji ini unik banget,cerdas, stylish, kalau ngomong bikin nendang di otak. Saya suka spiritnya, meski restonya sepi, dia tetap menghibur diri (kadang dia menggibah dirinya sendiri). Romansa antara pemilik resto dan malaikut maut sama-sama menghibur, sama konyolnya, dan sama-sama tak kalah sedih.

Nonton drama ini mesti beneran siapin tisu.

Seperti saya bilang, saya suka drakor Goblin ini, bahkan kalau mau diulang-ulang pun, masih tetap menyenangkan untuk ditonton. Sekali lagi, ini selera saya ya.

Reply 1988

Drama ini menceritakan tentang persahabatan 5 anak muda : Deok-Sun (Hyeri), Jung Hwan alias Jung Pal (Ryu Jun-yeol), Sun Woom (Go Kyung), Dong Ryong (Lee Dong Hwi), dan Choi Taek (Park Bo Gum). Empat cowok, satu cewek. Tokoh utamanya adalah Deok Sun.
Deok Sun memiliki kakak perempuan Bo Raa (Ryu Hye young), mahasiswi cerdas, kritis, dan judes, serta adik lelaki yang tampangnya lebih tua dari kakaknya. Mereka tinggal di bawah rumah Jung Pal yang kaya. Jung Pal memiliki saudara laki-laki yang unik, Jung Bong (Ahn Jae hong).
Sun Woo, pemuda cerdas, ketua OSIS, tinggal bersama ibu dan adik perempuannya. Dong Ryong anak orang kaya, dan Choi Taek si pemain baduk (semacam catur) internasional  yang polos dan pendiam.
Mereka tinggal dalam kompleks perumahan non-elite bernama Ssamundong, di sebuah Distrik Dobong, Seoul. Ada keluarga sederhana, miskin dan kaya, bergabung dalam kedalaman persahabatan khas tahun 80-an. 

Banyak banget yang merekomendasikan untuk menonton drama ini. Sampai ada yang bilang : “Kalau nggak mau nonton drakor, atau cuma mau nonton drakor satu aja, maka nontonlah Reply 1988, itu sudah cukup.”

Siapa sih yang bikin quote ini ? Sudah habis beberapa drakor baru nemu quote beginian :D
Apa drama ini memang sebagus itu, sehingga banyak yang merekomendasikan ?

Untuk saya yang lahir tahun 80-an, drama ini memang relate. Di episode awal, diperlihatkan keadaan pada tahun 80-an. Bagaimana fashion pada tahun itu, siaran radio yang begitu terkenalnya, walkman, poster-poster film yang ditempel di gang-gang adalah hal yang biasa pada tahun-tahun itu. Sama seperti orang-orang pada drama ini, serial Mc Gyver dan Remington Steel turut menghiasi kehidupan masa kecil saya. Pembukaan drama ini berhasil menggelitik masa lalu saya, meski dua episode perdananya terasa membosankankan. Saya berusaha sabar menanti ‘bagian yang menyenangkan’ sambil mengenal tokoh-tokohnya yang lumayan banyak dan sebentar-sebentar mengumbar teriakan. Mendengar teriakan mereka rasanya membuat saya mules.

Kebosanan itu mulai berubah ketika dua sahabat Deok Sun mengartikan sikap Sun Woo sebagai bentuk cinta pada Deok Sun, dan sikap Deok Sun mulai berubah salah tingkah. Saya pun berubah menjadi antusias mengulang dua episode perdananya akibat kurang menyimak :D, mengenal lagi karakter-karakter yang dihadirkan. Rupanya kehidupan para orang tua mereka sama pentingnya dengan kehidupan mereka sendiri. Momen orang tua Deok Sun sedang makan di luar dan pesan yang ditanamkan berhasil menyentil batin saya sebagai perempuan yang sudah menikah. Kondisi orang tua Jung Pal kadang-kadang membuat memori saya berlarian mengenang keadaan orang tua sendiri.

Reply 1988 atau Answer Me 1988 bukanlah drama yang berat dan membuatmu sakit kepala. Kita hanya diajak untuk melihat betapa asyiknya persahabatan di antara anak-anak dan para orang tuanya. Melihat masalah individu dipecahkan bersama, menyaksikan para tetangga berembuk untuk menghadiahi satu gadis kecil tetangga mereka. Saling mengantar makanan, saling menyemangati, saling mengobati. Tetangga rasa saudara. Kita juga diajak melihat cinta-cinta yang bersemi dan patah hati yang tak bisa diungkapkan di antara anak mudanya. Lucu, hangat, penuh cinta.

Saya suka karakter Deok Sun pada drama ini!
Dengan piyama yang itu-itu aja, Deok Sun telah membuat saya gemas dengan gayanya, saat ia berdansa, saat ia malu-malu, pada tingkahnya yang konyol, dan pesannya di akhir cerita.

Tokoh kedua yang menjadi favorit tak lain adalah Jung Pal. Saya Tim Jung Pal garis lunak. Anak kedua, tapi cukup berasa bagai anak pertama. Jung Pal ini pemikir, mungkin terlalu banyak yang harus dipikir-pikir, sampai terlambat menyatakan cintanya, lalu menyalahkan timing, padahal ia punya banyak sekali waktu untuk berbicara jujur, dan saya yakin cintanya tidak akan ditolak. Momen terbaik bagi saya untuk adegan Jung Pal adalah saat ia bersama ibunya, Mi Ran. Saat Jung Pal menghadiahi ibunya ‘pernikahan ulang’ dan ibunya menangis keras. Di sini Jung Pal ganteng banget. Ibunda Jung Pal adalah karakter ibu favorit buat saya dalam drama ini.

Tokoh ketiga yang menjadi favorit adalah Choi Taek. Awalnya saya nggak peduli dengan Choi Taek ini, lama-lama cowok polos ini menarik juga. Cakep bin Lucu. Kalau ada lomba berwajah lugu khusus anak SMA, Choi Taek cocok menjadi pemenangnya. Saya juga salut dengan lingkungan Choi Taek yang bisa sebegitu mendukungnya. Kalau di kampung-kampung sini mungkin bakal jadi bahan gibah kali ya? karena nggak sekolah kayak anak lain, nggak ngerti seleb, nggak ngerti yang lagi trending, dan gibah-gibah lain macam susah nikah-lah, atau, “Di rumah sih polos, tapi kamu nggak tahu kan di luar negeri dia kayak apa,” ucap mamak tetangga. Tapi, sepolos-polosnya Choi Taek, kalau sudah di depan permainan Baduk, wajahnya berubah serius. Momen lucu saat ia bersama Deok Sun di pantai menjadi satu yang saya suka.

Selain kisah cinta Deok Sun, kisah cinta cowok SMA dan mbak kuliahan juga membuat saya bertanya-tanya bagaimanakah endingnya? Saya pikir cinta anak SMA ini bakal sesaat saja, bakalan nggak abadi, alias cuma numpang lewat saja sebagai bumbu dalam drama. Eh, ternyata endingnya nggak ngomong gitu lho. Ter-wow sekali saya.

Nah, kalau mau diceritakan apa-apa saja yang terbaik dalam drama ini cukup sukar, karena banyak yang saya suka. Bagian akhir drama ini terlalu banyak yang menyayat hati. Surat dari Bo Ra untuk ayahnya terlalu pilu. Kita tahu bagaimana sukarnya menjadi akrab bersama ayah, dan surat Bo Ra mewakili itu. Saya sampai nangis berkali-kali pada bagian ini. Iya, diulang-ulang mulu nontonnya, gimana nggak sedih terus #DasarLemah.

Kalimat terakhir Deok Sun juga sama memilukannya. Deok Sun berkata seandainya ia bisa kembali ke masa itu, maka orang yang ingin ditemuinya adalah orang tuanya yang sebesar gunung (jiwanya) dan masih muda. Kalau orang tua kalian saat ini sudah benar-benar tua, sudah beruban dan sering sakit, maka kalimat Deok Sun ini adalah harapan. Setiap kali melihat bapak-ibu, saya berharap mereka masih muda seperti dulu kala, tapi tidak bisa. Saya berharap bisa kembali ke masa lalu, bukan untuk mengubah apa pun, hanya ingin melihat mereka muda lagi. Tapi, nggak mungkin. Tidak ada yang bisa diulang, hanya bisa dikenang, dan disyukuri. Itu pesan yang cukup mencabik-cabik buat saya.

Reply 1988 bagi saya adalah drama kekerabatan yang segar dengan konfliknya yang merakyat. 
Cuma satu pertanyaan saya: Kenapa emak-emak di Reply 1988 ini berambut keriting? apakah ciri khas pada tahun itu di sana atau bagaimana ya? Merasa sudah nonton berulang, tapi tidak menemukan jawabannya. Apa memang tidak dibahas atau saya terlewatnya?
Ada yang bisa bantu jawab? (seakan penting banget :D).

Empat Drakor Saja Dulu, Entah Nanti

Kesimpulan pertama yang bisa dipetik setelah nonton beberapa K-drama adalah : Makan-Makan-Makan. Adegan makan ini luar biasa. Sampai-sampai kita juga pengen ikut makan. Pada Reply 1988, adegan makan justru lebih banyak di rumah, dan makanannya berlimpah ruah. Wow sekali pokoknya. Meski menurut mereka keadaan mereka itu miskin, saya masih merasa lebih missqueen lagi pada tahun segitu.

Di sini, saya mencoba menarik kesimpulan mengapa Kdrama disukai :
  1. Drama yang mengandung romansa, menurut saya jatuh cintanya lebih pure, lebih relate dengan sisi manusia, dibanding jatuh cintanya orang bule yang bisa langsung open and close the door. Memang nggak semua drakor pasti bagus. 

  2. Bahasa tubuh. Film yang bagus bukan cuma dari sudut cerita, bukan cuma dialog yang menggetarkan, tapi kemampuan pemainnya mengolah bahasa tubuh, dan ini butuh kepekaan terhadap sekitar. Kim Shin si Goblin merespon perasaannya dengan menggoyang-goyangkan kakinya dan menggigit jari ketika sadar pengantinya telah hadir di muka bumi. Bahasa tubuhnya campuran dari rasa cemas, kikuk, kepikiran dan suka. Saya Gong Yoo memilih gerakan itu dibanding diam, merenung, bertopang dagu untuk memikirkan langkah selanjutnya. Tokoh Choi Taek bisa terlihat amat polos dan bisa terlihat sangat serius saat bermain Baduk tanpa perlu mengubah ekspresinya. Hal yang jarang bisa saya nikmati di film/tayangan negeri sendiri. 

  3. Usia bukanlah segalanya. Waktu tahu pemeran Jung Pal aslinya berusia 30-an tapi berperan sebagai anak sekolah dan Kim Go Eun berusia 25 tahun saat berperan sebagai Ji Eun Tak, ini membuat kita berpikir usia memang bukan patokan. Terbukti cocok-cocok aja peran mereka ini.

  4. Sebenarnya masih ada kesimpulan lain, tapi saya yakin di luar sana banyak banget yang ngebahas dan mungkin bakalan sama. Jadi saya merasa nggak perlu menambahkan poin lagi.
Apa setelah nonton beberapa drakor, saya jadi punya aktor idola, kayak teman-teman lain ? 
Ternyata nggak. Nggak ada aktor yang pengen saya pantengin terus, ingin tahu kesehariannya, atau follow medsosnya. Saya suka saat menontonnya tapi ya udah. Secukupnya saja. Nggak tahu kalau besok ya. (eh)

Nah, setelah nonton Reply 1988 ini, saya belum ada nonton drakor lagi. Sempat mau nonton Crash Landing On You atas rekomendasi teman-teman, dan baca reviewnya yang emang menarik, tapi sampai sekarang tetap belum berminat. Saya cukupkan 4 drakor dulu, lagipula Reply 1988 memang bagus kok. Setelah nonton Reply 1988, saya merasa tenang, damai, terselesaikan, nyess gitu aja, sudah dan nggak ngerti gimana mau jelasinnya. Saya sudah nonton berulang-ulang dan tetap nggak ngebosenin, artinya buat saya drama ini memang bagus. Biasanya kalau nonton drama dan buat saya itu bagus banget, maka serial lain dengan tema yang sama saya skip, untuk menikmati sensasi menyenangkan yang lebih lama. 
Jadi, ini adalah drakor terakhir yang saya tonton sampai saat ini. Entah nanti.

Sebagai penutup, terima kasih buat teman-teman yang udah mendukung saya buat ngedrakor ya, hahaha. Masih nggak ngerti gimana kalian bisa bagi waktunya, pokoknya kalian luar biasa. (jempol)

***

2 Comments

  1. Dari semuanya cuma goblin yg aku blm nonton :D. Soalnya aku denger2 endingnya sedih, beneran ga sih mba ?? Soalnya prinsip ku kalo soal drakor, ga akan nonton yg tema selingkuh dan sad ending . Makanya goblin blm aku masukin ke list. Kalo sedih tapi akhirnya gembira, gpp sih. Asal jgn kebalik hahahahaha

    Reply memang juara laaah. Walopun aku cuma suka yg 1988 ini aja. Season 2 & 3 nya kan ada juga, aku ga tertarik nonton

    ReplyDelete
  2. Tenang Mba. Aku pun sepanjang menonton drakor sejauh ini belum punya aktor idola. Soalnya aku biasanya nonton karena alur. Kalau sudah urusan sama pemainnya siapa, setiap episode awal aku berusaha memulai semuanya dari nol.

    Nah Reply 1988 emang wajib banget ditonton.

    Aku malah mendadak pengen nyaranin Hotel Del Luna sama Chicago Typewriter nih Mba. Hehe.

    ReplyDelete

Hai, bila tidak memiliki link blog, bisa menggunakan link media sosial untuk berkomentar. Terima kasih.